Doa Anak Yatim – Sahabat Al Hilal, terdapat beberapa hadis yang menganjurkan menghadap kiblat, terutama ketika melakukan amal soleh. Diantaranya yaitu:
Hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, secara marfu’,
خير المجالس ما استقبل به القبلة
“Duduk yang paling bagus adalah yang menghadap ke arah kiblat.” (HR. Thabari dalam Tahdzib al-Atsar 776)
Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, secara marfu’,
إن لكل شيء سيداً، وإن سيد المجالس قبالة القبلة
“Segala sesuatu itu ada pemimpinnya, dan pemimpin majlis adalah yang menghadap kiblat.” (HR. Thabrani dalam al-Ausath 2375)
Hanya saja, hadis-hadis di atas dinilai dhaif oleh beberapa ulama, diantaranya Syaikh al-Albani (Dhaif Jami’ as-Shaghir, 7/496) dan Syaikh Ibnu Baz sebagaimana dalam salah satu fatwa beliau. Meskipun ada juga ulama yang menilai hadis ini sanadnya hasan, seperti as-Sakhawi. (al-Maqasid al-Hasanah fi Bayan Katsir minal Ahadits al-Musytaharah alal Alsinah).
Meskipun secara sanad hadis-hadis tentang anjuran menghadap kiblat bermasalah, namun secara makna, itu benar. Karena dalam kegiatan ibadah, kita banyak disyariatkan untuk menghadap ke kiblat. Seperti solat, ketika haji atau umroh, ketika di bukit shafa dan marwa, mereka yang sai, berdoa dengan menghadap kiblat. Demikian pula ketika di Arafah, di masy’aril haram, atau doa seusai lempar jumrah serta aktivitas lainnya. Karena itulah, para sahabat menganjurkan menghadap kiblat pada saat duduk, terutama ketika ibadah.
Dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dinyatakan,
أن عبد الله بن مسعود –رضي الله عنه- جلس مستقبل القبلة
Bahwa Abdullah bin Mas’ud duduk menghadap kiblat. (HR. Ibnu Abi Syaibah, 8/675).
Terkait anjuran menghadap kiblat, Al-Munawi menjelaskan,
يشير إلى أن كل حركة وسكون من العبد على نظام العبودية، بحسب نيته، في يقظته ومنامه، وقعوده وقيامه، وشرابه وطعامه، تشرف حالته بذلك، فيتحرى القبلة في مجلسه، ويستشعر هيئتها، فلا يعبث، فيسن المحافظة على استقبالها
Hadis-hadis ini mengisyaratkan bahwa setiap gerakan maupun diamnya hamba mengikuti alur penghambaan kepada Allah, sesuai niatnya. Baik ketika sadar maupun ketika tidur, ketik duduk maupun ketika berdiri, ketika minum maupun makan. Kondisinya menjadi bernilai karena itu. Karena itu, dia memilih arah kiblat dalam majlisnya, dia tidak banyak bermain-main, sehingga dianjurkan untuk selalu menjaga agar menghadap ke kiblat. (Faidhul Qadir, 2/512).
Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata,
“Bukanlah termasuk syarat membaca Al Quran itu menghadap kiblat”. (Syarhu Riyadhis Sholihin).
Jadi kesimpulannya, dianjurkan untuk menghadap kiblat ketika membaca al Quran, namun ini hukumnya tidak wajib. Sehingga ketika tidak memungkinkan, tidak perlu dipaksakan ya, Sahabat!
Sumber gambar: Pesantren Yatim Alhilal
Penulis: Aisyah