Doa Anak Yatim – Dalam ajaran Islam, takabur, atau kesombongan, merupakan suatu perilaku yang sangat dihindari. Takabur melambangkan sikap merasa lebih tinggi dan lebih baik daripada orang lain, yang bertentangan dengan nilai-nilai kesederhanaan dan rendah hati yang dianjurkan dalam agama. Sifat ini bukan hanya dipandang sebagai kelemahan moral, tetapi juga sebagai penghalang bagi rasa empati dan keberadaban.
Takabur muncul dari beragam faktor. Salah satunya adalah keyakinan bahwa pendapat sendiri selalu benar, sementara pandangan orang lain dianggap tidak relevan. Orang yang terjerumus dalam takabur juga cenderung senang menerima pujian dan pengakuan atas prestasi atau keberhasilannya.
Mereka mungkin merasa lebih cerdas, kaya, atau memiliki nasab yang lebih mulia dibandingkan orang lain. Semua faktor ini dapat membentuk karakter atau perilaku sombong yang ditegaskan dalam Al-Quran sebagai perilaku tercela.
“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18).
Allah SWT dengan jelas menunjukkan penolakan-Nya terhadap takabur dalam firman-Nya, menegaskan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
Takabur bukan hanya menimbulkan ketidaknyamanan dalam hubungan sosial, tetapi juga membawa konsekuensi yang serius di akhirat. Orang yang terjerumus dalam perilaku takabur akan menghadapi siksa yang pedih di hadapan Allah SWT.
Sebagai umat Islam, penting bagi kita untuk memperkuat nilai-nilai kesederhanaan, rendah hati, dan keikhlasan. Mengakui kelebihan orang lain serta bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada kita adalah langkah awal dalam meniti jalan kehidupan yang diridhai-Nya.
Keikhlasan dan kesederhanaan bukanlah konsep kosong dalam Islam. Mereka mencerminkan sikap yang tercermin dalam perilaku sehari-hari, seperti berbagi, bersedekah, dan menolong sesama. Dengan berbuat baik kepada orang lain, kita tidak hanya menghindari takabur, tetapi juga mendekatkan diri kepada rahmat dan ridha Allah SWT.
Mengembangkan sikap rendah hati membutuhkan kesadaran dan upaya secara kontinyu. Hal itu memerlukan kemauan untuk melihat kebaikan dalam diri orang lain dan merendahkan diri di hadapan kebesaran Allah SWT. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi hamba yang lebih baik, tetapi juga membentuk akhlak dan hubungan sosial yang baik.
Mengakhiri siklus takabur dan menggantikannya dengan sikap rendah hati adalah hal yang tepat untuk mendekatkan diri dengan Allah SWT. Dengan itu, mari kita renungkan dan berusaha menjadi individu yang rendah hati, penuh keikhlasan, dan penuh kasih sayang terhadap sesama untuk meraih kebaikan di dunia maupun di akhirat.
Sumber gambar: cnnindonesia
Penulis: Elis Parwati