Doa Anak Yatim – Ibadah haji merupakan salah satu dari pilar keislaman seorang Muslim. Rasulullah SAW bahkan memandang haji sebagai ibadah mulia yang sangat penting.
Dikutip dari laman Kementrian Agama yang menyebutkan bahwa dalam suatu hadits Rasulullah SAW bahkan mempersilakan umatnya yang mampu menunaikan ibadah haji, namun tetapi tidak melaksanakannya untuk mati sebagai non-Muslim.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (مَنْ مَلَكَ زَادًا وَرَاحِلَةً تُبَلِّغُهُ إِلَى بَيْتِ اللَّهِ وَلَمْ يَحُجَّ ، فَلَا عَلَيْهِ أَنْ يَمُوتَ يَهُودِيًّا، أَوْ نَصْرَانِيًّا، وَذَلِكَ أَنَّ اللَّهَ يَقُولُ فِي كِتَابِهِ : (وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ البَيْتِ مَنْ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Siapa saja yang memiliki bekal dan kendaraan yang dapat mengantarkannya ke Baitullah dan ia tidak juga berhaji, maka ia boleh pilih mati sebagai Yahudi atau Nasrani. Allah berfirman dalam Al-Quran, ‘Kewajiban manusia dari Allah adalah mengunjungi Ka’bah bagi mereka yang mampu menempuh perjalanan,’’” (HR A-Tirmidzi dan Al-Baihaqi).
Walaupun begitu, seorang yang hendak menunaikan ibadah haji hendaknya ia memiliki bekal pulang dan pergi sebagai salah satu persyaratan. Perbekalan pulang dan pergi ini dapat berupa bekal di luar dari kebutuhan untuk melunasi utang yang menjadi tanggungannya. Hal ini berlaku bagi utang yang harus segera dilunasi atau utang yang tidak harus segera dilunasi sebagaimana penjelasan Imam An-Nawawi berikut ini:
ويشترط في الزاد ما يكفيه لذهابه ورجوعه فاضلا… عن قضاء دين يكون عليه حالا كان أو مؤجلا
Artinya, “Dalam urusan bekal, disyaratkan biaya yang dapat mencukupi kebutuhan pergi dan pulangnya lebih di luar… kebutuhan untuk membayar utang baik yang harus dibayar tunai maupun yang dapat diangsur,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajj pada Hasyiyah Ibni Hajar, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 47).
Sebagian orang mungkin memiliki perspektif bahwa seseorang yang memiliki dana terbatas sementara ia juga memiliki utang yang tidak harus segera dilunasi alangkah baiknya apabila ia menggunakan uangnya untuk pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji. Banyak orang yang memilih pilihan ini dengan alasan bahwa pembayaran utangnya dapat ditunda.
Akan tetapi pandangan seperti ini tidak cukup kuat secara syar’i. Pasalnya, bekal haji adalah uang mati seseorang yang dialokasikan untuk pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji tanpa tanggungan apa pun. Walaupun pembayaran utang dapat ditunda, namun seseorang tetap memiliki kewajiban untuk segera melunasinya dari aset di luar bekal yang ia miliki.
نعم لو قيل بذلك في المؤجل لكان له وجه لأن لم يجب إلى الآن والحج إذا تضيق وجب فورا فكان ينبغي وجوب تقديمه عليه وقد يجاب بأن الدين محض حق آدمي أو له فيه شائبة قوية فاحتيط له لأن الاعتناء به أهم فقدم على الحج وإن تضيق
Artinya, “Tetapi seandainya dikatakan ‘pembayaran utang dapat diangsur’ lalu ada pendapat mengatakan, ‘Bila utang tidak wajib hingga kini sementara kewajiban pelaksanaan haji adalah segera, maka seharusnya seseorang mendahulukan haji daripada pembayaran utang,’ maka dapat ditanggapi bahwa utang adalah murni hak manusia atau ada perkara menakutkan yang sangat kuat sehingga harus ihtiyath. Pasalnya, memerhatikan utang lebih penting sehingga pembayaran utang harus didahulukan dibanding haji meski (kesempatan) haji semakin mepet baginya,” (Lihat Syekh Ibnu Hajar, Hasyiyah Ibni Hajar alal Idhah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 47-48).
Dari sini kita dapat disimpulkan bahwa seorang Muslim atau Muslimah diwajibkan menunaikan ibadah haji apabila ia memiliki bekal pergi dan pulang tanpa menanggung utang. Ketika memiliki tanggungan utang, maka ia harus segera melunasi tanggungannya terlebih dahulu sebelum ia melunasi setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Wallahu’alam bishawab.
Sumber: https://kemenag.go.id/
Penulis: Elis Parwati