Doa Anak Yatim – Umar bin Khattab, yang dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan tak kenal takut, kini terbaring lemah akibat luka yang dideritanya setelah ditusuk oleh Abu Lu’luah. Dalam suasana sunyi dan mencekam di kamar tempat Umar dirawat, para sahabat dan kerabat berdatangan, wajah mereka penuh kecemasan. Di antara mereka, muncul seseorang yang dengan berani mengusulkan agar Umar menunjuk putranya, Abdullah bin Umar, sebagai penggantinya.
Mendengar usulan ini, Umar langsung tersulut amarahnya. Dengan wajah merah padam dan suara bergetar, ia berkata keras, “Semoga Allah menghancurkanmu! Demi Allah, aku tidak ingin hal ini terjadi. Celaka kamu!” Kemarahannya begitu jelas, memperlihatkan betapa teguhnya ia menolak gagasan tersebut. Bagi Umar, kekuasaan tidak boleh diwariskan kepada anak-anaknya, melainkan harus diserahkan kepada orang yang benar-benar pantas.
Dalam khutbah Jumat terakhirnya, Umar berbicara tentang mimpinya yang memberi pertanda bahwa ajalnya sudah dekat. Saat itu, ia menetapkan bahwa penggantinya harus dipilih melalui musyawarah oleh enam sahabat terpercaya. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, Zubair bin Awam, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Umar sengaja tidak memasukkan nama Said bin Zaid, meskipun Said adalah salah satu dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Hal ini karena Said memiliki hubungan keluarga yang sangat dekat dengan Umar, dan Umar ingin menghindari potensi konflik kepentingan.
Meskipun demikian, Umar tetap melibatkan Abdullah bin Umar dalam proses musyawarah tersebut, namun hanya sebagai anggota, bukan sebagai calon khalifah. Umar ingin memastikan bahwa kepemimpinan dipilih berdasarkan kemampuan dan integritas, bukan karena hubungan darah. Akhirnya, melalui musyawarah ini, Utsman bin Affan terpilih sebagai khalifah, meneruskan kepemimpinan Umar dengan menjunjung tinggi prinsip keadilan dan integritas dalam pemilihan pemimpin.
Masya Allah.
Sumber gambar: Hijra
Penulis: Elis Parwati