Doa Anak Yatim – Sahabat Al Hilal, dunia itu ibaratkan tanah subur di ladang yang kosong. Ia tidak akan bermanfaat terkecuali jika ia diisi berbagai macam tanaman yang banyak mengandung kebaikan untuk kita tuai hasilnya kelak.
Bisa saja kita menanam tanaman liar yang hasilnya sama sekali tidak bisa dinikmati, atau rumput-rumput yang mengundang banyak hewan-hewan liar berbahaya seperti ular dan yang lainnya. Sama halnya dengan dunia yang di dalamnya terdapat banyak keburukan, ladangnya pun dipenuhi oleh tanaman yang sama sekali tidak ada manfaatnya.
Berbagai kebaikan tentunya telah banyak kita lakukan. Akan tetapi, tak dapat dipungkiri seluruhnya nyaris tentang memberi dan menerima. Selama hidup di dunia tentunya kita harus banyak memberi kepada umat lainnya, banyak memberikan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan terutama anak-anak yatim dan kaum dhuafa.
Dalam era mutakhir sekarang ini, banyak komunitas yang peduli terhadap sesama umat muslim. Banyak hal yang mereka lakukan untuk mewujudkan rasa pedulinya dengan cara sedekah bersama sehingga hasil dari yang dikumpulkan dapat dijadikan sumber pemberdayaan berbagai manfaat untuk saudara-saudara kita yang tengah mengalami kesulitan.
Sedekah untuk orang lain sudah jelas kita tahu bagaimana caranya. Lantas bagaimana caranya apabila kita ingin sedekah terhadap diri kita sendiri? Yaitu dengan cara merawat kesehatan dan iman diri kita. Dengan melaksanakan shalat lima waktu, menjalankan ajaran-ajaran islam dan sunnahnya.
Sebab, sebagian besar merupakan hal yang dapat membuat kita lebih tenang sehingga dapat menghindarkan kita dari stress contohnya shalat malam. Kemudian berpuasa, yang sudah diketahui banyak orang bahwa manfaatnya luar biasa bagi tubuh kita. Tak hanya merawat kebutuhan iman dan fisik saja, sosialisasi yang baik juga harus tetap dijaga.
Lalu, bagaimana kita dengan Allah? Jika kita bandingkan Dialah yang paling banyak memberi segalanya untuk kita. Baik itu berupa cinta, waktu, kesehatan, hati, akal, pengalaman serta hal lainnya yang tak mungkin kita sebutkan satu persatu. Atas segalanya yang telah diberikan oleh-Nya, sudahkah kita memberi banyak dan menerima secukupnya?
Pada hakikatnya manusia sangat identik dengan keserakahan. Kita selalu merasakan kekurangan yang seolah tak pernah ada habisnya. Semakin kita mendapatkan sesuatu, maka semakin besar pula keinginan kita untuk mendapatkan lebih. Kita selalu menyebutnya bahwa itu adalah balasan dari kerja keras kita selama ini, padahal nyatanya Allah-lah yang membuat segalanya terjadi.
Siapapun selalu berambisi untuk mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya, lalu kita menyimpannya sampai tujuh turunan. Tanpa sadar kita seringkali lupa bahwa di dalam harta tersebut ada hak orang lain yang harus kita penuhi. Kadang kita menerima 10, tapi hanya memberi 3 yang sudah kita anggap banyak. Padahal, kenyataannya jika mengambil 3 saja sebetulnya sudah sangat cukup, 7 sisanya kita berikan kepada yang lainnya.
Apakah hal tersebut bisa dikatakan adil? Tentu saja! Hal itu hanya bisa dilakukan oleh mereka yang dermawan. Semua orang bisa kaya, tapi tidak semua orang kaya bisa dermawan. Irikah kita? Wajar rasanya bila ada rasa iri kepada mereka yang kaya, tetapi masih memiliki sifat dermawan.
Yuk, jadikan mereka sebagai motivasi supaya kita bisa bekerja lebih tekun untuk tumbuh menjadi seseorang seperti mereka. Jangan lupa ikhtiarnya dan berdoa semoga kita senantiasa dimudahkan dalam menerapkan prinsip “Memberi Lebih Banyak, Menerima Lebih Sedikit”. Semoga kita selalu dihindarkan dari rasa tamak atau keserakahan.
Aamiin Yaa Rabbal’alaamiin.
Sumber gambar: kompasiana.com
Penulis: Elis Parwati