Doa Anak Yatim – Sahabat al Hilal, hingga saat ini masih banyak orang yang menanyakan perihal menafkahi anak yatim.
Banyak sekali orang yang bertanya, siapakah sebenarnya yang menanggung nafkah anak-anak yatim? Apakah keluarga ibunya atau keluarga ayahnya? Bahkan begitu banyak orang yang keliru perihal persoalan ini.
Maka dengan itu, Yuk kita simak beberapa penjelasan berikut.
Pada hakikatnya, ketika sang ayah telah meninggal dunia maka seluruh tanggung jawab seorang anak menjadi tanggung jawab sang ibu.
Oleh karena itu, sang ibu harus berjuang lebih keras lagi demi anaknya, lalu bagaimana dengan sang ayah yang telah wafat meninggalkan sang istri dan anaknya padahal ia masih punya tanggung jawab untuk menafkahi anak dan istrinya, apakah menjadi dosa?
Insyaa Allah, meskipun ia meninggalkan tanggung jawabnya di dunia, ia akan tetap diampuni karena sudah menjadi kodratnya jika ia harus meninggal lebih dulu dari istri dan anaknya.
Ketika seorang istri yang mendapatkan kenyataan bahwa ia ditinggal wafat oleh suaminya sementara ia harus mengurus anaknya sendirian, niscaya ia akan memiliki kedudukan istimewa jika mampu merawat dan mendidik anaknya hingga dewasa dan tumbuh menjadi anak yang saleh dan salihah.
Banyak sekali orang-orang yang mendapatkan kenyataan pahit seperti itu, tetapi ia sukses mendidik anak-anaknya.
Berdasarkan madzhab dalam Kitab Imam Syafi’i Ra, yang wajib menanggung nafkah anak-anak yatim adalah ibundanya. Jika ibunya seorang fakir, maka dia berhak menerima zakat karena berarti anaknya juga fakir.
Meskipun keluarga sang ayah kaya, tetapi ibunya fakir maka anak tersebut tetap berhak menerima zakat. Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa yang wajib menafkahi anak tersebut adalah kerabat terdekat yang mewarisi harta kekayaan ayahnya.
Bisa itu pamannya, sepupunya atau siapapun yang memiliki hak waris. Jika ternyata pihak itu juga tidak ada, maka hal tersebut menjadi kewajiban bersama.
Lihatlah anak yatim di sekitaran kita, berikan mereka hak yang baik dan benar bukan soal pendidikan dan makan saja, antarkan mereka juga kepada rahmat yang mulia.
Rawat mereka, tetapi istilah merawat ini tidak selalu berarti harus membawa mereka ke rumah kita. Kita bisa saja mengirimkan biaya untuk mereka, tetapi apabila kita memiliki pemikiran positif untuk merawatnya dan menempatkan dia di tempat yang layak dan positif seperti pondok pesantren, maka hal tersebut boleh-boleh saja.
Apalagi jika kita mampu membiayainya hingga menjadi ulama-ulama, maka setelah itu ibunya senang, anaknya tumbuh menjadi orang hebat, niscaya kita akan mendapatkan pahala.
Sumber: www.orami.co.id
Penulis: Elis