Doa Anak Yatim – Sering terjadi kekeliruan di kalangan umat muslim termasuk di kalangan para ulama dalam membedakan antara fakir dan miskin. Kemudian, muncul pertanyaan di antara kedua golongan tersebut manakah yang lebih membutuhkan dari keduanya?
Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan,
“Yang dimaksud fakir adalah orang yang membutuhkan dan ia menjaga kehormatannya dengan tidak minta-minta. Sedangkan miskin adalah orang yang membutuhkan yang menghinakan dirinya dengan meminta-minta” (Tafsir Al-Qurthubi, 14: 308).
Al-Khathabi rahimahullah, beliau menjelaskan hadits Abu Hurairah di atas, dengan mengatakan,
“Hadits ini menunjukkan bahwa miskin adalah orang yang suka berkeliling meminta-minta (berdasarkan apa yang dipahami oleh para salaf)” (Ma’alimus Sunan, 2: 232).
Di kalangan para ulama, sebagian berpendapat bahwa fakir lebih membutuhkan dibandingkan miskin. Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Ini adalah pendapat Asy Syafi’i dan mayoritas ulama hadits dan fiqih” (Fathul Bari, 4: 107). Mereka berdalil salah satunya dengan ayat,
“Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera” (QS. Al-Kahfi: 79).
Ayat tersebut menerangkan bahwa orang miskin masih memiliki harta yang berharga (semisal perahu) untuk mencari penghidupan.
Pendapat ini juga dikuatkan oleh Abu Hanifah. Di antara dalilnya, firman Allah ta’ala:
“… atau orang miskin yang fakir” (QS. Al Balad: 16).
Dalam ayat tersebut Allah menyifatkan kemiskinan dengan matrabah, yaitu kefakiran. Itu artinya ada orang miskin yang fakir dan ada juga orang miskin yang tidak fakir. Sehingga fakir dapat dikatakan lebih parah dari miskin.
Dilansir dari situs sedekahlagi.com yang melansir kitab Al-Fiqhul Muyassar (hal. 144) yang menyebutkan bahwa, “Fakir adalah orang yang tidak memiliki apa-apa untuk menutupi kebutuhan pokok dirinya dan kebutuhan pokok keluarganya, berupa makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Ia tidak mendapatkan apa-apa. Atau ia mendapat kurang dari 50% kebutuhan pokoknya. Maka orang seperti ini hendaknya diberi zakat untuk mencukupi kebutuhannya selama 1 tahun penuh.
Miskin adalah orang yang mendapati penghasilan yang mencukupi 50% kebutuhan pokoknya atau lebih (namun tidak sampai genap 100%). Seperti orang yang penghasilannya 100 riyal, namun ia butuh 200 riyal. Maka orang seperti ini juga hendaknya diberi zakat untuk mencukupi kebutuhannya selama 1 tahun penuh”.
Berikut ini ringkasan dari beberapa kalangan ulama dalam permasalahan perbedaan antara orang fakir dan orang miskin dibagi menjadi 3 pendapat:
- Pendapat Pertama : menyatakan bahwa fakir itu lebih parah dan lebih membutuhkan daripada miskin.
- Pendapat Kedua,: menyatakan bahwa miskin itu lebih parah dan lebih membutuhkan daripada fakir.
- Pendapat ketiga : menyatakan bahwa fakir dan miskin itu sama.
Dari ketiga pendapat diatas dan pendapat yang Rajih, fakir dan miskin itu bila disebutkan secara terpisah, maka ia sama kondisinya. Namun, apabila keduanya disebutkan secara bersamaan, bisa jadi fakir kondisinya lebih parah dan lebih membutuhkan daripada miskin.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan, “Perbedaan antara fakir dan miskin, jika keduanya disebutkan bersamaan, maka fakir lebih membutuhkan daripada miskin. Karena kata ‘fakir’ diambil dari kata al-faqr yang artinya, “tidak ada apa-apa”. Orang Arab biasa berkata, “hadza ardhun faqrun”, maksudnya, “ini tanah yang kosong tidak ada tumbuhan”. Adapun jika disebutkan bersendirian, maka maknanya sama ” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 3: 206).
Fakir ataupun miskin keduanya sama-sama berhak untuk mendapatkan zakat, fidyah, serta Kafarah. Sebab, keduanya sama secara hukum. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, mengatakan,
“Miskin adalah orang fakir yang penghasilannya tidak sampai kadar mencukupi. Dan fakir itu lebih butuh daripada miskin. Akan tetapi, keduanya termasuk golongan penerima zakat” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 14: 265)]
Wallahu’alam.
Sumber gambar: NU Online
Penulis: Elis Parwati